Pernah kita temui orang tua yang memberi aturan super ketat pada anaknya. Misalnya memberi larangan anak untuk tidak boleh keluar rumah sendirian, larangan tidak boleh bermain dengan teman sebayanya, dan masih banyak contoh aturan-aturan yang diterapkan orang tua. Jika larangan itu dilanggar akan diberikan konsekuensi berupa hukuman. Mungkin bisa kita temui pola asuh seperti itu di lingkungan keluarga atau saudara maupun lingkungan pertemanan. Parenting orang tua seperti itu disebut dengan pola asuh otoriter.
Apa itu pola asuh otoriter?
Menurut Santrock yang ditulis oleh Talib, dkk (2020) pola asuh otoriter, yaitu pengasuhan yang penuh pembatasan dan hukuman (kekerasan) dengan cara orang tua memaksakan kehendaknya. Sehingga orang tua dengan pola asuh otoriter memegang kendali penuh dalam mengontrol anak-anaknya. Orang tua yang menggunakan parenting otoriter cenderung memiliki keinginan sendiri atau harapan yang akan diberikan pada anaknya. Sehingga orang tua yang punya style otoriter dalam mendidik anaknya cenderung memakai paksaan terhadap anaknya dan memegang kendali sepenuhnya pada anaknya.
Style parenting otoriter akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan moral anak. Dalam tahap pertama, perilaku anak ditentukan pada peraturan perilaku yang spontan atau tidak disadari menurut Talib, dkk (2020). Seorang anak menganggap bahwa orang tua atau orang dewasa sebagai pemimpin. Dengan begitu anak hanya akan mengikuti peraturan yang diberikan tanpa bertanya maksud dan kebenaran dari peraturannya. Anak tidak memiliki motivasi mengapa mereka melakukan aturan tanpa memiliki motivasi yang kuat mengapa menjalankan aturan tersebut.
Matsumato yang ditulis oleh Talib, dkk (2020) mengatakan bahwa peran orang tua sangat penting dalam meletakkan dasar-dasar perilaku bagi anaknya. Perilaku dan kebiasaan orang tua akan selalu diperhatikan oleh anak lalu ditiru anak secara sadar atau tidak sadar. Hasil dari pengamatan anak terhadap orang tua sebagai orang terdekatnya secara sadar atau tidak sadar akan menumbuhkan kebiasaan pada diri anak tersebut. Jadi dengan kata lain semua tindakan dan kebiasaan orang tua yang baik maupun buruk memiliki potensi tiruan anaknya. Orang tua menjadi role model bagi anaknya hal itu karena lingkungan pertama anak berada dalam lingkungan keluarga.
Penerapan pola asuh otoriter
Pola pengasuhan otoriter yang diterapkan orang tua biasanya beriringan dengan hukuman fisik sebagai konsekuensi yang diterima anak ketika melanggar aturan dari orang tua. Anak akan menganggap orang tua sebagai satu-satunya yang memiliki hak wewenang di dalam rumah. Jika dipikirkan dari penjelasan pola asuh otoriter yang sudah dituliskan di atas, sebenarnya pola asuh otoriter membentuk anak pribadi anak yang disiplin terhadap aturan. Namun perlu diketahui juga bahwa anak memiliki pilihan dan keinginan yang mungkin tidak selalu sama dengan orang tuanya. Maka dari itu sebagai orang tua yang bijak alangkah lebih baiknya selektif. Selain itu juga menyesuaikan pola asuh yang akan diterapkan kepada anaknya.